HIDUP JAYA SERVICE CENTER

Minggu, 08 Maret 2015

Sebatas Pagar Tribun Dan Tidak Lebih





Tuhan telah menciptakan seisinya sesuai dengan tugasnya masing-masing. Semua telah terbagi dalam tugas dan perannya masing-masing. Tidak ada yang tumpang tindih. Semua terbagi rata. Begitu juga dengan kita. Ya, kita sebagai umat manusia dan juga sebagai seorang supporter.Tak ada yang boleh tumpang tindih dalam kehidupan. Jikalau ada yang tumpang tindih, bukankah akan berakibat pada kehancuran?

Begitu juga dengan kita, sebagai seorang supporter, kita telah ditakdirkan untuk member dukungan sepenuhnya kepada tim. Entah dengan cara apa, entah dalam situasi seperti apa. Tugas utama kita adalah mendukung. Dan dimana seorang supporter berada? Di terasnya, di tribunnya. Bukan di lapangan. Karena di lapangan, Tuhan telah menciptakan sekumpulan pahlawan yang harus kita dukung mati-matian.

Layaknya alam, semua ada batasannya. Bukan begitu? Ya, sebagai seorang supporter kita pun memiliki batasan. Dimana batasannya? Pagar tribun. Sebatas pagar tribun. Tidaklah lebih. Dan jika hari inim kita masih saja melanggar batasan-batasan imajiner tersbut, siapkah kita untuk hancur? Karena, layaknya alam, alam pun tak suka batasan-batasannya dilanggar.Memang, tak ada aturan tertulis untuk hal-hal itu semua. Namun sebagai bangsa yang menjunjung adat ketimuran kita harus menjaga norma-norma?

Mari kita semua merefleksi diri. Dimanakah batasan-batasan kita sebagai supporter. Agarkita semua paham dan lebih memposisikan diri sebagaimana supporter semestinya.
Solidaritas organik adalah salah satu konsep sosiologis klasik yang lama bertahan. Intinya kurang lebih, setiap bagian diandaikan seperti tubuh yang mempunyai tanggung jawab atas peran masing-masing. Peran dalam hal ini, memiliki arti luas dan bisa dimaknai secara luas bermula dari politik keruangan.

Pierre Bordieusalah seorang sosiolog Prancis menggunakan frasa habitus untuk menggambarkan segmentasi dan pemanfaatan, atau bisa juga dimaknai penguasaan atas permainan keruangan di masyarakat. Habitus, lanjut Bordieu, berkaitan dengan situasi, aksi, prosedur, praktik-praktik keseharian yang mengikuti 'gaya' tertentu. Gaya tersebut telah disepakati secara tertulis maupun tidak.

Tata ruang bukan hanya soal struktur fungsi, melainkan sebuah hasil dari konstruksi sosial. Dengan demikian satu rangkaian yang memiliki struktur segmen memiliki batasan yang jelas. Batasan tersebut akan membingkai setiap kelompok antara kelompok masyarakat pemilik "habit" dengan kelompok "pemilik ruang" yang lain.

Manajemen melakukan kegiatan manajerial klub. Suporter memberikan dukungan lewat pembelian tiket, merchandise resmi dan pemasukan pendukung lain. Selain itu, kewajiban suporter adalah memberikan semangat pada pemain di lapangan. Dukungan terhadap tim, dapat berupa dukungan langsung ke tim di stadion, atau dukungan tak langsung lewat kegiatan luar stadion, semisal dukungan anak usaha dan pemasukan lain bagi tim.
Tribun selatan juga memiliki BCS rules yang secara tidak langsung telah ditempa terhitung sejak awal BCS berdiri. Aturan tersebut tentu berkembang mengikuti kondisi yang wajib terpenuhi.
Tidak boleh memakai sandal dan harus memakai sepatu. Tidak boleh meniup terompet, megaphone capotifo. Tidak boleh duduk dan harus berdiri sepanjang pertandingan berlangsung. Tidak ada politik dan rasisme. Tidak boleh memakai helm di dalam tribun. Boleh membawa hand banner sebagai bentuk proter,kritik ataupun teror mental.
 Pelemparan kertas roll menghindari pemain PSS Sleman sendiri adalah satu perubahan yang juga ditempa oleh pengalaman dalam perjalanan komunitas suporter. Boleh menyalakan flare, bom asap dan kembang api jelang pertandingan usai di luar waktu pertandingan juga merupakan bagian dari perubahan.

Menyalurkan aspirasi baik proter ke federasi PSSI atau manajemen klub biasa dilakukan lewat hand banner atau spanduk-spanduk. Semangat "No Leader Just Together" membuat forum BCS menjadi sakral. Keputusan dan perubahan dalam BCS rules dicatat dan diamplifikasi lewat media komunitas.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar